Sajak-sajak yang aku kirimkan
Hanyalah angin yang menyapa lewat pipimu
Mungkin tidak kau dengari
Sedangkan aku menulisnya dari dalam hati
Yang menyapa lewat mimpiku
Sajak-sajak yang aku kirimkan
Hanyalah angin yang menyapa lewat pipimu
Mungkin tidak kau dengari
Sedangkan aku menulisnya dari dalam hati
Yang menyapa lewat mimpiku
(I)
Ibarat secangkir kopi panas;
Wangiannya bisa membangkitkan setiap pancaindera
Yang telah mula dingin di dalam dada yang setelah sekian lama ditiup angin kesunyian,
Lalu membawa satu kelegaan seperti terisinya ruang-ruang kosong dengan kata indah sang pujangga
Hirupan pertama membawakan kehangatan
Yang melekap di bibir seperti sebuah ciuman yang dirindukan,
Dan sedang lidah ditakluk rasa-rasa asing yang membangkitkan perasaan yang tertanggung,
Di saat itu, seribu satu kepahitan bisa sahaja ditelankan,
Demi merasakan kemanisan paling agung.
(II)
Dibohongi saja perasaan-perasaan yang mula tawar
Seakan-akan kopi ais yang tidak lagi dingin
Lalu ditiupkan kata dingin menyumsum
Yang menyejukkan daerah paling dalam
Terpencil dalam hati
Tiap baris bagai merobek dan menyentap
Jantung keluar dari dalam dada berkali-kali
Tiap ayat bagai menikam dan menoreh
Dinafikan hak hati untuk jatuh lagi
Embun-embun kecil melewati sisi kole kaca
Seperti jiwa-jiwa kecil melewati pipi dari mata yang berkaca
Menyatu dan mengalirlah bak airmata yang jatuh berlinangan
Lalu kepahitan dan kemanisan yang dulunya dijulang
Tidak lagi menjadi atraksi untuk diulang-ulang
Masih sahaja aku tertunduk malu
Melihat biru langit
Tangisan-tangisan mimpi tidak berlagu
Telapak disatu menadah puji-pujianMu
Masih sahaja aku berpaling tadah
Dari masa silam yang mengetuk-ngetuk pintu memori
“tetap-tetaplah di sana, nanti kita pasti berjumpa”
Bisikan mistikal peringatan diri
Masih sahaja aku menjadi aku
Cuba menghapus rindu-rindu
Sedang kisah kita sudah beradu
Dalam diam tangisan mula berlagu